contoh cerpen
Cerpen pertamaku
Ahmad
Fauzi (4A)
Fetival Puisi Bangkalan 2 yang
bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata”. Festival Puisi
Bangkalan merupakan agenda tahunan Komunitas Masyarakat Lumpur yang
diselenggarakan sejak tahun 2016. Agenda tersebut digegas oleh M. Helmy
Prasetya dan Muzammil Frasdia selaku orang yang menggeluti dunia seni (Sastra),
khususnya Bangkalan. Festival Puisi Bangkalan 2 di gedung Pratanu (Pendopo II)
Bangkalan berlangsung selama dua hari dua malam mulai 14-15 April 2017, Beberapa
bentuk apresiasi puisi diwujudkan dalam berbagai bentuk mulai dari musikalisasi
puisi, instalasi puisi, dan pantomim puisi.
Namun, yang menarik di acara yang
diselenggarakan teman-teman Komunitas Masyarakat Lumpur adalah, kalau bicara
tentang penataan tempat atau tata letak benda-benda yang dipamerkan sangat
menarik karena banyak mengandung nilai seni dan keluhuran, sehingga apabila
seseorang berada disana akan terinspirasi dengan adanya hiasan yang sangat
mengandung nilai seni disana, baik itu berupa seni rupa, seni tulis maupun
kerajinan tangan yang disajikan disana serta penataan buku-buku koleksi M.
Helmy Prastya yang juga menjadi salah satu buku yang dipamerkan di acara
Fetival Puisi Bangkalan 2 yang bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih
Mata” tersebut, dan tak kalah bagusnya dan juga tak kalah pentingnya yaitu
penataan ”banner” para penyair
Bangkalan yang tak lupa diikutsertakan disana, dan disitu pula terdapat benda
atau hal yang bersifat sama dengan judulnya, sebagai contoh buku karya penyair
yang bernama M. Holel Shangsa tersebut, di mana buku puisinya berjudul M. Holel
Shangsa sedang sakit, jadi penataan tempatnya diikutsertakan dengan banyaknya
obat-obat medis disana sehingga dapat memancing seseorang untuk berimajinasi.
Waktu menunjukkan 14.30 WIB barulah
dimulai acara itu dengan penampilan yang pertama yaitu musikalisasi puisi yang
dibawakan langsung oleh SMA ternama di Bangkalan atas binaan Komunitas
Masyarakat Lumpur, terbukti pada saat
penampilan dimulai di situ banyak mengandung nilai seni yang khas dan sangat
bagus, dengan membaca puisi karya D. Zawawi Imron yang berjudul “Madura Akulah
Darahmu” semakin menambah khas seni yang dihasilkan oleh teman-teman SMA
ternama di Bangkalan atas binaan
Komunitas Masyarakat Lumpur itu.
Pada saat dimulai, pada saat
dimainkan dan pada saat dibacakan puisi tersebut, rasanya merinding mendengar
alunan musik tradisional yang dimainkan oleh teman-teman SMA ternama di
Bangkalan atas binaan Komunitas Masyarakat
Lumpur itu, serasa menghipnotis para audien dan semua yang berada disana, alam
bawah sadar para audien yang hadir serasa terhipnotis oleh penampilan SMA
ternama di Bangkalan atas binaan
Komunitas Masyarakat Lumpur itu, dengan salah satu alat tradisional dari
Madura yang bernama “klotok” itu,
yang biasa orang madura gunakan sebagai kalung sapi, mereka padukan dengan alat
musik gitar, ketipung dan biola yang sangat menggelegar sehingga sangat
menyentuh jiwa.
Ditambah dengan keterlibatannya para
pejabat di Bangkalan, yaitu ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Bangkalan, Bpk. Imron Rosyadi, Kapolres Bangkalan yaitu Bpk. Anisullah M. Ridha
dan juga Presiden kacong mania Bpk. Jimhur Saros yang ikut serta dalam menyukseskan
acara Fetival Puisi Bangkalan 2 yang
bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata” itu, yang
diselenggarakan oleh Komunitas Masyarakat Lumpur Bangkalan.
Dengan adanya para pejabat-pejabat
dan petinggi-petinggi di Bangkalan tersebut merupakan suatu kehormatan yang
amat sangat diapresiasi, karena dengan adanya dewan-dewan tersebut dapat
menaikkan taraf Komunitas Masyarakat Lumpur di kancah Nasional, dan dengan
adanya beliau pula anggota Komunitas Masyarakat Lumpur maupun audien dan
wartawan yang meliput disana ikut serta gembira menyaksikan acara yang diselenggarakan
Komunitas Masyarakat Lumpur tersebut dan beliau juga yang resmi membuka
jalannya acara dipendopo Pratanu itu, sorak serta tepuk tangan sempat pecah
dari audien dan anggota Komunitas Masyarakat Lumpur ketika para dewan dan yang
lain menaiki panggung untuk memukul alat tanda dibukanya acara tersebut.
“Kejhung”
puisi yang dibawakan langsung oleh Komunitas Masyarakat Lumpur itu juga tak
kalah menariknya, dimana disitu menampilkan budaya Madura tercinta, dengan
berpuisi dan menjiwai apa yang dipuisikan atau apa yang dibawakan oleh
mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan tersebut, ternyata cocok dengan apa yang
dibawakannya, dan budaya Madura yang selanjutnya yaitu yang tidak kalah
menariknya adalah “Tandheng”, dimana “tandheng” ini dibawakan langsung oleh penyair
Madura Yaitu M. Hoiri Asfa, Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, dengan
kepandaiannya dalam melakukan “tandheng”
itu, audien yang menyaksikan, wartawan yang meliput dan wakil rakyat yang juga ikut
menyaksikan acara Fetival Puisi Bangkalan 2 yang bertajuk “Lebih Baik Putih
Tulang daripada Putih Mata” itu, jadi mereka mengerti bahwasanya Madura
memiliki beragam budaya yang harus dijaga kelestariannya mengingat para anggota
di Bangkalan bukanlah seluruhnya asli orang Bangkalan, sehingga ini patut untuk
dipertontonkan agar mereka yang tidak tau bisa lebih jauh mengenal budaya
Madura, patut berterima kasih kepada seluruh anggota Komunitas Masyarakat
Lumpur yang telah mengawal jalannya acara dan sampai bisa menyukseskan acara
Fetival Puisi Bangkalan 2 yang bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih
Mata”.
Artinya di sini “Lebih Baik mati
Ketimbang Menanggung Rasa Malu”, sebagai falsafah yang menjunjung tinggi harga
diri dan kehormatan sebagai landasan hidup, konon semboyan ini menandai sejarah
lahirnya nama kota Bangkalan, damana “Ke’
Lesap” atau pemberontak dari Madura sebelum ia meninggal pernah mengatakan
“Agguen Potenah Tolang Etembeng Potenah Matah”
yang berarti “Lebih Baik Mati daripada Harus Menanggung Rasa Malu Sepanjang
Hidup”, inilah yang dikatan salah satu pemateri yang mengisi acara Fetival Puisi
Bangkalan 2 yang bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata”
dipendopo pratanu Bangkalan pada siang hari terakhir acara yang diselenggarakan
Komunitas Masyarakat Lumpur tersebut.
Seorang penyair di Bangkalan setelah
usai mengisi acara dan usai membacakan puisi, beliau memberikan tantangan
kepada seluruh audien maupun anggota Komunitas Masyarakat Lumpur yang berani
membacakan puisi kedepan, beliau memberi tiga kesempatan untuk membacakan puisi
di acara Fetival Puisi Bangkalan 2 yang bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada
Putih Mata” itu, yang digelar oleh Komunitas Masyarakat Lumpur tersebut.
Dimana beliau memberikan hadiah uang
sebesar Lima Puluh Ribu Rupiah kepada audien yang berani maju dan membacakan
puisi kepada seluruh hadirin di acara Fetival Puisi Bangkalan 2 yang bertajuk
“Lebih Bik Putih Tulang daripada Putih Mata”
yang digelar oleh Komunitas Masyarakat Lumpur tersebut.
Pada malam terakhir terdapat
sejumlah penyair atau sastrawan dari berbagai golongan atau dari berbagai kota
datang untuk memeriahkan serta mereka
datang untuk membacakan langsung puisi-puisi dengan gerak dan ekspresi
masing-masing, sebenarnya itu adalah contoh bagi masyarakat Bangkalan dan
sekitarnya, maupun contoh bagi semua orang yang kebanyakan mahasiswa yang ada
disana sebagai cerminan agar dapat berkarya dan dapat berekspresi ketika tampil
membacakan puisi dimuka umum, karena sejatinya kegiatan yang dilaksanakan
dipendopo Pratanu Bangkalan ini merupakan acara rutin yang bertujuan untuk
menyadarkan pemuda-pemuda Bangkalan agar terus berkarya, karena pemudalah yang
nantinya akan melanjutkan para penyair-penyair Bangkalan.
Semua langkah-langkah tersebut bisa
atau dapat membangkitkan semangat warga Madura khususnya di Bangkalan yang
telah mengadakan acara tersebut, sebagai penulis saya berharap agar siapa saja
yang membaca cerpen ini akan terinspirasi dan berkemauan untuk berkarya demi
kemajuan kota dan agar supaya biasa atau dapat diperhitungkan dalam dunia
sastra.
Anggota Komunitas Masyarakat Lumpur
juga mengadakan pemberian Lima Belas buku kepada audien yang hadir dengan cara
yang cukup terbilang unik, yaitu dengan cara menempelkan stiker yang
bertuliskan Fetival Puisi Bangkalan 2 (FPB 2), dimana yang kursinya terdapat
lambang stiker yang berwarna kuning tersebut akan mendapatkan satu buah buku
yang ditandatangani langsung oleh pejabat penting di Bangkalan.
Yang tak kalah serunya dan yang tak
kalah menariknya pada acara pergelaran Komunitas Masyarakat Lumpur itu, dimana
Komunitas Masyarakat Lumpur menampilkan sebuah pantomim yang diselenggarakan
digedung kedua Bangkalan itu sontak menjadi perhatian audien dan para wartawan
yang meliput jalannya aksi atau penampilan pantomim yang dikolaborasikan dengan
sangat menjiwai dan sangat menegangkan itu, dialah salah satu wanita yang
menjadi aktor di pantomim malam terakhir acara Fetival Puisi Bangkalan 2 yang
bertajuk “Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata” itu, wanita dengan paras
cantik beramput panjang dan berkulit putih seperti pemain film atau aktor luar
negeri, dengan dimainkan oleh seorang laki-laki yang seakan keduanya tidak
mengenal satu sama lain karena dengan keluarnya percakapan dari keduanya yang
saling mengatakan “kau siapa dan aku siapa” dan juga “dirimu siapa dan aku
siapa” setelah mendengar percakapan itu seluruh audien yang menyaksikan
langsung tercengang dan banyak yang mengabadikan kejadian tersebut, dimana
keduanya saling berpegangan tangan dan tak saling berhadap-hadapan, disitulah
terjadi gerakan demi gerakan yang indah dan disinilah penjiwaannya dapat
dikatakan sangat menakjubkan.
Namun, berselang beberapa detik datanglah seorang
laki-laki yang dengan mengenakan celana pendek dan baju yang penuh robekan bak
seperti halnya orang gila, saya sempat tertawa karena pakaiannya seperti orang
gila dan saya katakan pada teman saya, teman saya tertawa terbahak-bahak, pria
itu menghampiri kedua pemain pantomim itu sambil cengengesan berkaca-kaca
sendiri seperti menertawakan bayangannya sendiri seperti halnya orang yang
lagi stres, setelah berada didekatnya si
pemain pantomim sontak kaget melihat prilakunya sehingga sempat terdiam
sejenak, dan datanglah lagi seorang perempuan dengan lantangnya membacakan
puisi yang didengar oleh ketiga pemain pantomim itu, lalu pria yang bertingkah
seperti orang gila itu melakukan gerakan-gerakan yang ditiru oleh ketiga pemain
pantomim tersebut, terjadilah saling kejar-kejaran, saling lompat-lompatan,
saling ngesot dilantai seperi halnya bayangan yang mengikuti kemanapun si pria
itu pergi.
Komentar
Posting Komentar