Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Strategi
Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir
(SPPKB)
Peningkatan Kemampuan Berpikir
(SPPKB)
A. Pendahuluan
“Seperti yang telah ibu
tegaskan, apakah kamu menemukan dalam buku IPS yang kamu baca jenis
penggolongan penduduk selain berdasarkan tempat tinggal dan jenis kelamin?”
kata ibu guru kami yang selalu terlihat rapi dan cantik itu.
“Ya, bu...!”
“Coba apa?”
“Kelompok usia, bu!” jawab beberapa orang teman kami.
“Coba lengkapnya bagaimana?” tanya guru kepada Dina teman kami yang rembutnya dikepang dua.
Ia diam sebentar. Setelah berpikir, lalu ia menjawab “Selain penduduk dapat digolongkan berdasarkan tempat tinggal dan jenis kelamin, penduduk juga dapat digolongkan dilihat dari usia penduduk...!” jawabnya terputus-putus.
“Ya, bu...!”
“Coba apa?”
“Kelompok usia, bu!” jawab beberapa orang teman kami.
“Coba lengkapnya bagaimana?” tanya guru kepada Dina teman kami yang rembutnya dikepang dua.
Ia diam sebentar. Setelah berpikir, lalu ia menjawab “Selain penduduk dapat digolongkan berdasarkan tempat tinggal dan jenis kelamin, penduduk juga dapat digolongkan dilihat dari usia penduduk...!” jawabnya terputus-putus.
“Bagaimana penggolongan
penduduk dilihat dari usia tersebut?”
Kami tidak ada yang
menjawab, walaupun ibu guru cantik mengulang pertanyaan beberapa kali. “Baik
kalau begitu kita akan memulai pelajaran kita kali ini tentang penggolongan
penduduk dilihat dari kelompok usia, yaitu kelompok usia produktif dan tidak
produktif.”
Ibu guru melempar
beberapa pertanyaan yang harus dijawab
oleh kami. Guru bertanya dengan pertanyaan yang terbuka. Akan tetapi, tidk ada
diantara kami yang bisa menjawab, walaupun beberapa kali guru mengulang
pertanyaannya.
“Apa yang dimaksud
dengan kelompok usia produktif itu?”
Setelah tidak ada
seorang pun siswa yang dapat menjawab, ibu guru mengubah pertanyaannya.
“Apa tugas orang tuamu
sehari-hari?”
Lagi-lagi kami tidak
ada yang menjawab walaupun ibu guru mengulang-ulang pertanyaan yang sama. Ibu
guru segera mengubah pertanyaan,menjadi lebih sederhana.
“Apa yang dilakukan
oleh ayahmu setiap hari..? tanya guru
kepada Dedi salah seorang teman kami yang duduk dibangku paling belakang.
“Ke kantor!” jawab Dedi.
“Untuk apa pergi ke kantor?”
“Bekerja.”
“Ke kantor!” jawab Dedi.
“Untuk apa pergi ke kantor?”
“Bekerja.”
“Mengapa harus
bekerja?”
“Untuk
mencari uang.”
“Mengapa harus mencari
uang?”
Dedi diam. Walaupun ibu
guru mengulang pertanyaan dan menunjuk beberapa siswa, akan tetpi tidk ada
seorang pun diantara kami yang dapat menjawab. Ibu guru mengarahkan agar kami
dapat menjawab pertanyaannya, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang kami
anggap sangat mudah untuk dijawab.
“Apa setiap hari kalian
memperoleh uang jajan?”
“Ya...!” jawab kami
serempak.
“Apakah ibu setiap hari
membeli sayur untuk makan seluruh anggota keluarga?”
“Ya...!” lagi-lagi kami
menjawab serempak
“Apakah setiap bulan
kalian membayar SPP?”
“Ya...!”
“Darimana semua
kebutuhan keluargamu itu terpenuhi?” tanya Ibu guru kemudian. Kami kembali
diam.
“Dari mana semua
kebutuhan keluargamu itu terpenuhi?” ibu guru mengulang pertanyaannya sambil
menyuruh salah seorang teman kami untuk menjawab.
“Dari ayah dan ibu.”
“Jadi, ayahmu mencari
uang itu untuk apa?”
“Untuk mencukupi
kebutuhan,” jawab kami.
“Nah, ayahmu itu merupakan penduduk yang produktif,” kata ibu guru sambil
mngulang-ulang pertanyaannya seolah-olah minta dipahami.
“Jadi, dengan demikian
penduduk yang produktif itu penduduk yang bagaimana?”
Cerita diatas adalah penggalan dari penerapan Strategi
pembelajaran Pengembangan Kemampuan Berpikir (SPPKB).
SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada kemampuan berpikir siswa. Joyce dan Weil (1980) menempatkan model
pembelajaran ini kedalam bagian model pembelajaran Cognitive Growth, Increasing the capacity to think.
Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja
kepada siswa. Akan tetapi, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang
harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan
pengalaman siswa. Walaupun tujuan SPPKB sama dengan pembelajaran inkuiri (SPI),
yaitu agar siswa dapat mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri, akan
tetapi keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Perbedaan tersebut terletak
pada pola pembelajaran yang digunakan. Dalam pola pembelajaran SPPKB, guru
memanfaatkan pengalaman siswa sebagai titik tolak berpikir, bukan teka-teki
yang harus dicari jawabannya seperti dalam pola inkuiri.
B. Hakikat
dan Pengertian Strategi Pembelajarn Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Telah dijelaskan
bahwa salah satu kelemahan proses pembelajaran yang dilaksanakan para guru
adalah kurang adanya usaha pengembangan kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap
proses pembelajaran pada mata pelajaran apa pun kita lebih banyak mendorong
agar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran. Strategi pembelajaran
yang dibahas pada bab ini adalah
strategi yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Strategi ini pada awalnya dirancang
untuk pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian,
tentu saja dengan berbagai penyesuaian topik,
strategi pembelajaran yang akan dibahas ini juga dapat
diterapkanpadamata pelajaran lain. Berdasarkan hasil penelitian, selama ini IPS
dianggap sebagai pelajaran kelas dua. Para orang tua siswa berpendapat IPS
merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting dibandingkan dengan pelajaran
lainnya, seperti IPA dan matematika (Sanjaya, 2002). Hal ini merupakan
pandangan yang keliru. Sebab, pelajaran apa pun diharapkan dapat membekali
siswa baik untuk terjun ke masyarakat maupun untuk melanjutkan kan jenjang
oendidikan yang lebih tinggi. Kekeliruan ini terjadi pada sebagian besar para
guru. Mereka berpendapat bahwa IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hafalan
yang tidak menantang untuk berpikir. IPS adalah pelajaran yang sarat dengan
konsep-konsep, pengertian-pengertian, data, atau fakta yang harus dihafal dan
tidak perlu dibuktikan.
Sekarang, bagaimana mengubah paradigma berpikir tentang
IPS sebagai mata pelajaran hafalan? Bagaimana IPS dapat dijadikan pelajaran
yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa? Dibawah ini akan dijelaskan
satu strategi pembelajaran berpikir dalam pelajaran IPS. Model pembelajaran ini
adalah model pembelajaran hasil dari pengembangan yang telah diuji coba
(Sanjaya, 2002)
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir (SPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan
kemampuan pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta
atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian
diatas. Pertama, SPPKB adalah model
pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan
yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekadar siswa dapat menguasai
sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide
melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan kepada asumsi
bahwa kemampuan berbicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan
berpikir.
Kedua, telahaan
fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan
kemampuan berpikir, artinya pengembangan dan gagasan ide-ide didasarkan pada pengalaman
sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau berdasarkan kemampuan anak
untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data
yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, sasaran
akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial
sesuai dengan taraf perkembangan anak.
C. Latar
Belakang Filosofis dan Psikologis SPPKB
1. Latar
Belakang Filosofis
Pembelajarn adalah proses interaksi baik manusia dengan
manusia maupun manusia dengan lingkungan. Proses interaksi ini diarahkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan, misalkan yang berhubungan dengan tujuan
perkembangan kognitif, afektif atau psikomotor. Tujuan pengembangan kognitif
adalah proses pengembangan intelektual yang erat kaitannya denga meningkatkan
aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Apa
hakikat dari pengetahuan itu? Bagaimana sebenarnya setiap individu memperoleh
pengetahuan? Hal ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang membutuhkan
kajian filosofis.
Dilihat bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia,
dapat didekati dari dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan rasional dan
pendekatan empiris. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan menunjuk kepada
objek dan kebenaran itu merupakan akibat dari deduksi logis. Aliran rasionalis
menekankan pada rasio, logika, dan pengetahuan deduktif. Berbeda dengan aliran
rasionalis, aliran empiris lebih menekankan kepada pentingnya pengalaman dalam
memahami setiap objek. Aliran ini
memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui mealui indra dan kriteria
kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman. Dengan demikian, pandangan
empirisme menekankan kepada pengalaman dan pengetahuan induktif.
Apabila kita simak baik aliran rasional maupun aliran
empiris, keduanya berangkat dari pemikiran yang sama , yaitu bahwa sumber utama
dari pengetahuan adalah dunia luar atau objek yang ada diluar individu, atau
objek yang menjadi pengamatannya. Yang menjadi masalah adalah apakah
pengetahuan itu semata-mata hanya terbentuk karena objek itu? Bukankah objek
itu tidak akan memiliki arti apa-apa
tanpa individu sebagai subjek yang menafsirkan data objektif itu? Apa
artinya sebuah kenyataan tanpa interpretasi dari subjek? Apakah pengetahuan
itu bersifat statis yang telah
dihasilkan oleh pemikir terdahulu seperti yang di klaim oleh aliran idealisme?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus berkembang dan
menjadi bahan pemikiran manusia, hingga muncul aliran konstruktivisme yang
betkembang pada pengujung abad dua puluhini. Seperti yang telah dibahas pada
bab terdahulu, menurut aliran konstruktivisme , pengetahuan itu terbentuk bukan
hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek
yang menangkap setiapobjek yang diamati.
Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, tetapi
dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan
terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedu faktor itu
sama pentingnya. Dengan demikian, pengetahuan itu tidak bersifat statis tapi
bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
Inilah dasar filosofis dan pembelajaran berpikir. Selanjutnya tentang hakikat
pengetahuan menurut filsafat konstruktivisme adalah sebagai berikut.
a. Pengetahuan
bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan
konstruksi kenyataan melalui subjek.
b. Subjek
membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan.
c. Pengetahuan
dibentukoleh struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk
pengetahuan apabila konsepsi itu berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang (Suparno, 1992, 21).
Sesuai
dengan penjelasan diatas, maka dalam proses pembelajaran berpikir, pengetahuan
tidak diperoleh sebagai hasil transfer dari orang lain, akan tetapi pengetahuan
diperoleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan
lingkungan yang ada. Suatu pengetahuan dianggap benar, manakala pengetahuan
tersebut berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang
muncul. Aliran konstruktivisme menganggap bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu sajadari seseorang kepada orang lain, tetapi harus
diinterpretasikan sendiei oleh masing-masing individu. Oleh sebab itu, model
pembelajaran berpikir menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman
akan objek, menganalisis dan mengkonstruksinya sehingga terbentuk pengetahuan
baru dalam diri individu.
2. Latar
Belakang Psikilogis
Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologi kognitif. Menurut aliran kognitif, belajar pada hakikatnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai peristiwa mental prilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakkan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itu yang mendorong manusia untuk berprilaku. Piaget menyatakan, “...children have a built-in desire to learn.” Inilah yang melatarbelakangi SPPKB.
Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologi kognitif. Menurut aliran kognitif, belajar pada hakikatnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai peristiwa mental prilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakkan fisik itu. Mengapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itu yang mendorong manusia untuk berprilaku. Piaget menyatakan, “...children have a built-in desire to learn.” Inilah yang melatarbelakangi SPPKB.
Dalam perspektif psikilogis kognitif sebagai landasan
SPPKB, belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan
pencapaian tujuan. Artinya, proses belajar tidaklah tergantung kepada pengaruh
dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yangbelajar (student
centered). Individu adalah organisme yang aktif. Ia adalah sumberdari semua
kegiatan. Pada hakikatnya manusia adalah bebas untuk berbuat, manusia bebas
untuk membuat satu pilihan dalam setiap situasi, dan titik pusat kebebasan itu
adalah kesadarannya sendiri. Oleh sebab itu psikologi kognitif memandang bahwa
belajar itu merupakan proses mental. Tingkah laku manusia hanya ekspresi yang
dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya
bersifat pribadi. Brower dan hilgard (1986, 421) menjelaskan bahwa teori
kognitif berkenaan dengan bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan dan
bagaimana mereka menggunakan pengetahuan tersebut untuk berprilaku lebih
efektif.
D. Hakikat
Kemampuan Berpikir dalam SPPKB
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut peter reason (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering dan mengingat (comprehending). Menurut reason mengingat dan memahami lebih bersifar pasif daripada kegiatan berpikir (thinking).mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan perolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berpikiradalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi.
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut peter reason (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering dan mengingat (comprehending). Menurut reason mengingat dan memahami lebih bersifar pasif daripada kegiatan berpikir (thinking).mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan perolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berpikiradalah istilah yang lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir seseorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan
memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam
mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki
kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga dalam berpikir.
Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan
mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakanpeter reason, bahwa
berpikir tidak akan terjadi tanpa adanya memori. Bila seseorang kurang memiliki
daya ingat (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup
menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Jika seseorang kurang memiliki
daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan
tidak akan memiliki catatan masalalu yang dapat digunakan untuk mencegah
masalah-masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir
sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat
dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan proses
mental yang disebut berpikir.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka SPPKB bukan hanya
sekadar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat
dan memahami berbagai data, fakta, atau konsep akan tetapi bagaimana data,
fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam
menghadapi dan memecahkan suatu persoalan.
E. Karakteristik
SPPKB
sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut.
1. Proses
pembelajaran melalui SPPKB menekankan pada proses mental siswa secara maksimal.
SPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekadar mendengar dan
mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini
sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa
pembelajaran itu merupakan peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang
lebih menekankan aktivitas fisik. Artinta, setiap kegiatan belajar itu
disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respons saja, tetapi juga
disebabkan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Berkaitan
dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses implementasi SPPKB perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Jika
belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses
kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru,. Artinya, guru harus
menyadari bahwa proses pembelajaran itu yangterpenting bukan hanya apa yang
dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya.
b. Guru
harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan
topik yang harus dipelajari serta metoda apa yang harus digunakan.
c. Siswa
harus mengorganisasi apa yang mereka pelajari. Dlam halini guru harus membantu
agar siswa belajar melihat hubungan antarbagian yang dipelajari.
d. Informasi
baru akan ditangkap lebih mudaholeh siswa,manakala siswa dapat
mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telahmereka miliki. Dengan
demikian guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan
bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.
e. Siswa
harus secara aktif merespons apa yang mereka pelajari. Merespons dalam konteks
ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik.
2. SPPKB
dibagun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus. Proses
pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan memampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir
itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi
sendiri.
3. SPPKB
adalah model pembelajaran yang menyadarkan kepada dua sisi yang sama
pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk
mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran baru.
F. Perbedaan
SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional
Ada perbedaan pokok
antar SPPKB dengan pembelajaran selama ini yang dilakukan guru. Perbedaan
tersebut adalah.
1. SPPKB
menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Artinya, peserta didik
berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali
pengalamannya sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik
ditemptkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi yang
pasif.
2. Dalam
SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian
pengalaman setiap siswa, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak.
3. Dalam
SPPKB, prilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam pembelajaran
konvensionalprilaku dibangun atas proses kebiasaan.
4. Dalam
SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5. Tujuan
hkhirdari prose pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan berpikir
melaluiproses menghubungkan antar pengalaman dengan kenyataan, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.
6. Dalam
SPPKB, tindakan atau prilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalkan
individu tidak melakukan prilaku tertentu karena ia menyadari bahwa prilaku itu
merugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan dalam pembelajaran konvensional
tindakan atau prilaku individu didasarkan oleh faktordari luar dirinya,
misalkan individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman.
7. Dalam
SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setap individu selalu berkembang sesuai dengan
pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu peserta didik bisa terjadi perbedaan
dalam memaknai hakikat pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi.
Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan
dikonstruksi oleh orang lain.
8. Tujuan
yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir
untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses
dan hasil belajar, sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan
pembelajaran biasanya hanya diukur melalui tes.
Beberapa
perbedaan pokok diatasmenggambarkan bahwa SPPKB memang memiliki perbedaan baik
dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan mengolaannya.
G. Tahapan-tahapan
Pembelajaran SPPKB
SPPKB menekankan pada keterlibatan siswa secara penuh
dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan
siswa sebagai objek belajar yang hanya dudukmendengarkan penjelasan guru
kemudia mencatat untuk dihafalkan. Cara yang demikian bukan saja tidak sesuai
dengan hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman, namun juga dapat
menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa (George W. Maxim, 1987).
Ada 6 tahap dalam SPPKB. Setiap tahap dijelaskan berikut
ini.
1. Tahap
Orientasi
Pada tahap ini guru mengondisikan siswa
pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan
dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang
berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dicapai, maupun
tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang
harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pemelajaran yang harus dilakukan
siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setap
tahapanproses pembelajaran.
Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan
yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pada tahap
orientasi sangat menentukan keberhasilan SPPKB. Pemahaman yang baik akan
membuat siswa tahu ke mana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar mereka. Oleh sebab itu, tahapan inimerupakan tahapan yang
sangat pentingdalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang
dikembangkan oleh guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat
belajar siswa.
2. Tahap
Pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahap penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibacakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pengalaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjtnya.
Tahap pelacakan adalah tahap penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibacakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pengalaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus mengembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjtnya.
3. Tahap
Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahap penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkatkemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang tingkat kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atautopik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guruharus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yangharus dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutnya akan ditentukan olehtahapan ini.
Tahap konfrontasi adalah tahap penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkatkemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang tingkat kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atautopik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guruharus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yangharus dipecahkan. Mengapa demikian? Sebab, pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu, keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutnya akan ditentukan olehtahapan ini.
4. Tahap
Inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Mwlalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasa dalam upaya memecah persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Mwlalui tahapan inkuiri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasa dalam upaya memecah persoalan. Melalui berbagai teknik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
5. Tahap
Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yangnereka temukan dan apa yangmereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan. Tahap akomodasi bisa juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk dapat mengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yangnereka temukan dan apa yangmereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan. Tahap akomodasi bisa juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk dapat mengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.
6. Tahap
Transfer
Tahap transfer adalah tahap penyampaian penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untukmemecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.
Tahap transfer adalah tahap penyampaian penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untukmemecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.
Sesuai dengan tahapan-tahapan dalam SPPKB
seperti yang telah dijelaskan di atas, maka ada bebrapa hal yang harus
diperhatikan agar SPPKB dapat berhasil
dengan sempurna khususnya bagi guru sebagai pengelola pembelajaran.
1. SPPKB
adalah model pembelajaran yang bersifatdemokratis, oleh sebab ituguru harus
menciptakan suasana yang terbuka dan saling menghargai, sehingga setiap siswa
dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyampaikan pengalaman dan gagasan.
Dalam SPPKB guru harus menempatkan siswa sebgai subjek belajar bukan sebagai
objek. Oleh sebab itu, inisiatif pembelajaran harus muncul dari siswa sebagai
subjek belajar.
2. SPPKB
dubagun dalam suasana tanya jawab, oleh sebab itu guru dituntut untuk
mengembangkan kemampuan bertanyauntuk melacak, kemampuan bertanya untuk
memancing, bertanya induktif-dediktif, dan mengembangkan pertanyaan terbuka dan
tertutup. Hindari peran guru sebagai sumber belajar yang memberikan informasi
tentang materi pelajaran.
3. SPPKB
juga merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis,
karena itu guru harus mampu merangsang dan membangkitkan keberanian siswa untuk
menjawab pertanyaan, menjelaskan, membuktikan dan memberikan data fakta sosial
serta keberanian untuk mengeluarkan ide dan gagasan serta menyusun kesuimpulan
dan mencari hubungan antar-aspek yang dipermasalahkan.
Komentar
Posting Komentar