Perencanaan Bahasa, dan Pendidikan dan Pengajaran Bahasa
PENERAPAN SOSIOLINGUISTIK: Perencanaan Bahasa, dan Pendidikan dan Pengajaran Bahasa
Di negara-negara yang multilingual, multirasial dan multikultural untuk menjamin kelangsungan komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa yang tentunya terlebih dahulu harus dimulai dengan kebijaksanaan bahasa. Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan India adalah contoh negara yang multilingual, multirasial dan multikultural yang memerlukan kebijaksanaan bahasa agar masalah pemilihan atau penentuan bahasa tertentu sebagai alat komunikasi di dalam negara itu tidak menimbulkan gejolak politik yang akan menggoyahkan kehidupan bangsa di negara tersebut.
Dalam seminar Politik Bahasa Nasional di Jakarta tahun 1975 kebijaksanaan bahasa adalah suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional ( Halim dalam Chaer, 2010 : 177 ). Dapat disimpulkan kebijaksanaan bahasa merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat diseluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda ( Chaer, 2010: 177).
Masalah kebahasaan dalam setiap bangsa berbeda-beda sebab tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negaraa itu. Negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan hanya ada satu bahasa saja cenderung tidak memiliki masalah kebahasaan. Negara tersebut misalnya Saudi Arabia, Jepang, Belanda, Inggris. Tetapi di negara-negara yang memiliki sekian banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial politik akhibat persoalan bahas itu. Indonesia beruntung karena masalah-masalah kebahasaan itu telah diselesaikan sejak lama.
Secara historis Indonesia telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maupun bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kemudian bahasa Indonesia ditetapkan dalam UUD 1945 menjadi bahasa negara. Dua kebijakan tersebut tidak menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa di Indonesia. Hal tersebut karena dalam menentukan kebijaksanan bahasa, dengaan jelas menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia sesuai kedudukannya difungsikaan sebagai alat komunikasi nasional kenegaran atau intrabangsa. Bahasa daerah berfungsi untuk alat komunikasi intrasuku. Sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi antar bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan.
Pengambilan keputusan dalam kebijaksanaan bahasa oleh para pemimpin negara untuk menetapkaan suatu bahasa yaang akan digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan, biasanya juga berkaitan dengaan keinginan untuk memajukaan suatu bangsa. Tujuan lain dari kebijaksanan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaaraan dan komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang daapat menggaanggu stabilitas bangsa. Hal yang harus diperhatikan dalam kebijaksananaan untuk mengangkat satu bahasa tertentu sebagai bahasa nasional atau bahasa negara yakni tidak membuat bahasa-bahasa yang lain di dalam negeri itu menjadi terancam atau tersisih, sehingga membuaat para penuturnya resah, yang pada gilirannya dapat menimbulkaan gejolak sosial dan politik.
Dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhada pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa menyangkut komponen bahasa meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, dan sistem semantik.
B. Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa merupakan kegiatan yaang harus dilakukaan sesudah melakukaan kebijaksanaan bahasa. Istilah perencanaaan bahasa pertama kali digunaakan oleh Haugen (Chaer, 2010:183). Pengertiannya yaitu usaha untuk membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Sebagai contoh usaha perencanaan itu meliputi pembuatan tata ejaan yang normatif, penyusunan tata bahasa dan kamus yang akan dapat dijadikan pedoman bagi para penutur dalam masyarakat yang heterogen.
Di Indonesia, kegiatan perencanaan bahasa sebenarnya sudah berlangsung, yakni sejak jaman Jepang ketika ada Komisi Bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan majalah Pembina Bahasa Indonesia tahun 1948. Bahkan sudah dimulai sejak Van Ophuisjen menyusun ejaan bahasa Melayu pada tahun 1901. Disusul dengan berdirinya Commisie voor de Volkslectuur tahun 1908 yang pada 1917 berubah menjadi Balai Pustaka. Dengan mempertimbangkan historis tersebut, satu pengertian yang dapat disimpulkan dari perencanaan bahasa adalah usaha untuk membuat penggunaan bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan dengan lebih baik dan lebih terarah.
Siapakah yang melakukan perencanaan bahasa? Sesudah proklamasi, pemerintah membentuk Panitia Pekerja Bahasa Indonesia dengan tugas mengembangkan peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Tahun 1948 dibentuklah Balai Bahasa yang memiliki tugas memperhatikan, meneliti dan mempelajari bahasa Indonesia dan semua bahasa Nusantara, lisan maupun tulisan, masa lalu maupun masa kini. Selain itu juga harus memberikan pertimbangan dan petunjuk pada masyarakat mengenai hal-hal yang berkenaan dengan bahasa Indonesia dan bahasa Nusantara. Hingga kini lembaga ini yang diberi tugas sebagai dan wewenang dalam perencanaan, pembinaan, dan pengembangan bahasa di Indonesia.
Apa sasaran perencanaan bahasa? Sasaran dari perencanaan bahasa yaitu
(1) pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan, misalnya pengembangan peristilahan, penyusunan sistem ejaan baku, serta penyusunan kamus.
(2) khalayak masyarakat, misalnya mengarahkan pemakaian bahasa kepada kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Hambatan dalam perencanaan bahasa, meliputi:
(1) Hambatan dari pemegang kekuasaan atau orang yang berpengaruh, misalnya orang yang berpengaruh tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
(2) Hambatan dari penutur, misalnya lebih suka berbahasa asing yang dianggap lebih keren.
(3) Hambatan dana dan tenaga, misalnya rendahnya mutu penguasaan bahasa Indonesia di kalangan pelajar.
C. Pendidikan Dan Pengajaran Bahasa
Pendidikan dan pengajaran tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan proses untuk mengubah sikap dan kemammpuan seorang pesera didik menjadi yang lebih baik setelah dia mengalami atau mengikuti proses itu. Pendidikan lebih mengacu ke perbahan sikap pribadi yang lebih baik. Sedangkan pengajaran tertuju pada pengubahan pengetahuan dan keterampilan.
Bahasa merupakan salah satu wujud kebudayaan, maka pewarisan kemampuan berbahasa dan sikap positif terhadap bahasa dilakukan melalui jalur pendidikan. Itulah sebabnya pembinaan dan pengembangan bahasa paling dominan dilakukan melalui jalur pendidikan formal.
D. Variabel Pembelajaran Bahasa
1) Murid, sebagai objek pembelajaran.
2) Guru, sebagai subjek yang bertugas melaksanakan proses belajar mengajar, baik sebagai fasilitator, informator, maupun sebagai pembibing.
3) Bahan pelajaran, yakni sesuatu yang harus disampaikan oleh guru kepada murid di dalam proses belajar tersebut.
4) Tujuan pengajaran, yakni sesuatu yang akan dicapai melalui proses belajar mengajar.
E. Faktor Keberhasilan Pembelajaran Bahasa
1) Lingkungan keluarga.
Keluarga yang harmonis, yang memperhatikan kegiatan belajar si anak dapat mempengaruhi proses belajar.
2) Lingkungan masyarakat.
Lingkungan yang baik, tertib dan teratur mempengaruhi keberhasilan belajar. Lingkungan masyarakat yang multilingual, multirasial dan multikutural turut mempengaruhi.
3) Lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah yang baik, teratur dan guru-guru yang bertanggung jawab akan memberi hasil baik daripada lingkungan sekolah yang kurang baik.
F. Asas Keberhasilan Pembelajaran Bahasa
1) Asas psikologis, meliputi motivasi, pengalaman sendiri, keingintahuan, analisis sintetis, dan perbedaan individual.
2) Asas materi dan metodik, meliputi mudah menuju susah, sederhana menuju kompleks, dekat menuju jauh, pola menuju unsur, penggunaan menuju penggetahuan, masalah bukan kebiasaan, kenyataan bukan buatan.
G. Tujuan Pengajaran Bahasa
1) Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa dapat bernalar, berinteraksi, berkomunikasi, dan menyerap/menyampaikan segala sesuatu dengan baik dalam bahasa Indonesia.
2) Pengajaran bahasa daerah bertujuan agar dapat melakukan interaksi dengan menggunakan bahasa tersebut.
3) Pengajaran bahasa asing bertujuan agar siswa dapat berinteraksi dalam bahasa itu.
H. Pengajaran Bahasa Kedua
Dalam masyarakat multilingual memungkinkan adanya pengajaran bahasa kedua. Di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua meskipun telah diresmikan sebagai bahasa nasinal dan resmi kenegaraan. Pengajaran bahasa kedua tentunya akan menimbulkan masalah-masalah sosiolinguistik. Masalah tersebut terletak pada perbedaan yang cukup besar antara pola-pola bahasa.
Hambatan pada masalah tersebut dapat diatasi. Broto (dalam Chaer, 2010: 218) mengatakan hambatan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan linguistik konstratif, yaitu diadakan perbandingan pola antara bahasa yang diajarkan (BI) dengan bahasa pertama anak didik. Pola-pola yang berbeda diberi porsi perhatian dan latihan yang lebih banyak, sedangkan pola-pola yang mirip atau sama cukup diberi latihan sekadarnya.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Komentar
Posting Komentar